IndoProtest IndoProtest

ParaHyangan Online
http://student.unpar.ac.id/parahyangan-online/

ParaHyangan Stop Press, 26 Juli 1998

Diskusi USIK, 25 Juli 1998
MAHASISWA HARUS SIAP DEMONSTRASI LAGI

Begitulah himbauan Pius Lustrilanang dalam diskusi yang diadakan Unit Studi Ilmu Kemasyarakatan (USIK) di Kampus FISIP Unpar, Sabtu (25/7/98) kemarin.

Hingar-bingar check sound oleh Katon Bagaskara cs menjelang Makelu (Malam Keluarga) Unpar, tidak begitu mengusik sekitar 50 orang yang hadir dalam diskusi tersebut. Ini karena hadirnya Pius Lustrilanang, sosok yang sangat fenomenal akibat kasus penculikan yang menimpa dirinya dan beberapa aktivis lain bulan Februari lalu. Alumnus Unpar angkatan ’87 tersebut hadir sebagai pembicara utama dalam diskusi yang bertema “Peran Gerakan Mahasiswa Pada Masa Transisi”.

Dalam diskusi tersebut, Pius tampak tidak ingin membeberkan lagi kisah tragisnya itu. Ia hanya mau bebicara sesuai tema yang sudah ditentukan dan masalah-masalah lain seputar politik. Menurutnya suksesnya gerakan mahasiswa dalam menggulirkan era reformasi karena masing-masing gerakan mahasiswa disatukan oleh satu musuh bersama, yaitu Soeharto. Agenda yang disampaikan oleh masing-masing gerakan mahasiswa pun sama, yakni berantas KKN dan turunkan harga kebutuhan pokok serta “HarGa’ (soeHarto & keluarGa) dari tampuk kekuasaan. Selain itu, gerakan mahasiswa disatukan oleh alat-alat komunikasi, yakni TV, radio, dan media massa. Internet pun juga berperan meski kurang signifikan. Kekuatan lain menurut Sekjen Aldera (Aliansi Demokrasi Rakyat) tersebut, adalah gerakan mahasiswa pada dasarnya tidak bisa dipatahkan, karena tidak ada koordinasi langsung atau tiadanya kepemimpinan tunggal. “Namun setelah Soeharto ‘turun’, maka agenda jadi berantakan, karena ada kepentingan masing-masing,” sesalnya.

Ditambahkannya, pada masa transisi ini mahasiswa juga harus turut mengontrol pemerintah agar tidak kembali lagi kepada sifat-sifat otoriter. “Bila perlu, mahasiswa harus siap demonstrasi lagi kalau (masih) ada peraturan warisan peningggalan rezim otoriter. Misalnya UU (Undang-undang) tentang unjuk rasa yang melarang orang berkumpul lebih dari 100 orang. UU ini kan watak dari rezim otoriter.

Ia pun tidak sependapat mengenai pernyataan bahwa gerakan mahasiswa adalah gerakan moral, bukan politik. Justru menurutnya secara faktual gerakan mahasiswa adalah gerakan politik. “Tepatnya, saya melihat gerakan mahasiswa adalah gerakan politik yang mengambil isu-isu moral,” ujarnya. (ully/rra)

ParaHyangan Stop Press, 26 Juli 1998

Malam Keluarga Unpar, 25 Juli 1998
JALAN TERUS WALAU ISU RUSUH

Plaza GSG penuh sesak dengan penonton yang menanti Katon Bagaskara, walau di sekitar Unpar berkembang isyu akan adanya kerusuhan.

Di sekitar jalan Ciumbuleuit, beberapa mahasiswa mengadakan ronda pada Malam Minggu (25/7) lalu. Tak heran, hal ini diakibatkan penemuan simbol-simbol di kos-kos sekitar Unpar, yang dicurigai sebagai tanda-tanda kerusuhan. Bahkan, beberapa mahasiswi yang kos di sekitar Ciumbuleuit pun mengungsi, mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.

Namun, hal tersebut tidak membuat panitia membatalkan kegiatan Malam Keluarga Unpar (Makelu) yang menghabiskan dana sekitar Rp 16 Juta. "Intinya acara ini dibuat untuk memberikan pelayanan kepada mahasiswa dan masyarakat," ungkap Sony Ketaren (Karo) selaku ketua pelaksana kepada ParaHyangan. Namun, Karo menolak anggapan bahwa Makelu tersebut memanfaatkan acara sembako dan pelayanana kesehatan pada minggu sebelumnya. "Saya tidak mengambil dana donatur sepeserpun dari pelayanan sosial untuk Makelu. Semua dana donatur digunakan untuk pelayanana sosial. Jadi, titik berat semua kegiatan itu sama, tidak ada perbedaan", ungkap Karo, meluruskan anggapan yang sempat beredar di Unpar saat ini.

Untunglah, isyu kerusuhan yang dikhawatirkan tidak terjadi. Acara Makelu yang dimulai sekitar 19.15 WIB berlangsung tertib dengan menghadirkan 13 band termasuk Katon Bagaskara. Keamanan dari mahasiswa, polisi dan tentara dikerahkan. Selain itu, jalan dari Teknik serta koridor GSG pun ditutup, demi kemudahan pengawasan.

Penonton mulai berdesakan mendekati panggung, ketika Katon Bagaskara hadir membawakan lagu "Dengan Logika" pada 22.45 WIB. Selama 40 menit, Katon hadir membawakan 10 lagu, diantaranya "Meniti Hutan Cemara", "Usah Kau Lara Sendiri", "Cinta Putih" dan "Negeri di Awan". Dan ketika lagu terakhir "Dinda di Mana" dibawakan, penonton di barisan depan pun tak kuasa untuk turut berjingkrak bersama-sama menikmati lagu yang dibawakan.

Ketika diwawancarai ParaHyangan sehabis pementasan, Katon mengaku bahwa dirinya baru mengetahui adanya isyu kerusuhan pada saat sound-check. Tak heran, ketika Katon hadir melalui pintu belakang Unpar pada 22.00 WIB, Katon langsung bertanya "Aman-aman saja kan?" kepada panitia. Walau berkembang isyu, Katon memutuskan untuk tetap tampil. "Bagaimanapun saya harus profesional dong, untuk hadir dan menyajikan yang terbaik untuk Unpar." Namun, Katon puas dengan penampilannya di Makelu kali ini, "Saya senang, karena hal yang dikhawatirkan tidak terjadi.. Penonton yang hadir baik-baik dan tidak beritikad jelek, walau gratis.".

Katon prihatin dengan isyu kerusuhan yang terjadi belakangan ini. "Jeleknya bangsa kita itu, kalau lagi susah, malah cari salah masing-masing, cari idealis sendiri, dan mementingkan golongan sendiri. Akhirnya, mulai terpecah belah.. Harusnya kan, suka dan duka yang penting persatuan terlebih dahulu." Tak heran, Katon selalu menyelipkan pesan-pesan kepada penonton dalam setiap lagunya. "Yo kita peace, yo kita cinta kasih."

Bagaimana dengan Kla Project? "Bila tidak ada halangan, Agustus mendatang Kla Project akan mengeluarkan album baru, berjudul 'Sintesa'". (Erwin/e)

Home

IndoProtest - https://members.tripod.com/~indoprotest