IndoProtest IndoProtest

Subject: Aksi Mahasiswa Bandung, 14 November 1998
Date: Sun, 15 Nov 1998 13:24:25 +0700

Majalah ParaHyangan - Komunikasi Intelektualitas Mahasiswa
http://student.unpar.ac.id/parahyangan-online/

ParaHyangan Stop Press, 15 November 1998

Aksi Mahasiswa Bandung, 14 November 1998
MENUNTUT PENGUSUTAN, KEMBALI DUDUKI DPRD

Bendera setengah tiang dikibarkan di Unpar, sebagai tanda keprihatinan akan tragedi selama Sidang Istimewa (SI) MPR. Sedangkan ratusan mahasiswa Unpar bergabung dengan puluhan ribu massa Bandung lainnya, menduduki DPRD Jawa Barat 12 jam lebih pada Sabtu (14/11). 

Tanggapan-tanggapan akan tragedi yang terjadi selama SI MPR berdatangan di kalangan mahasiswa, seperti dari Senat Mahasiswa Teknik Unpar, serta Himpunan Mahasiswa Jurusan Arsitektur Unpar, yang intinya menyatakan duka cita dan keprihatinan. Bahkan Forum Mahasiswa Pasca Sarjana Unpar mengeluarkan "Manifesto Jum'at Berdarah 13 November 1998", berisikan 11 butir pernyataan, diantaranya meminta kepada Menkopolkan dan Menhankam/Pangab untuk segera turun dari jabatannya, dan mempertanggung jawabkan secara yuridis tindakan brutal aparat keamanan yang mengakibatkan jatuhnya korban selama SI MPR.

Sedangkan Senat Mahasiswa (SEMA) Unpar dalam pernyataan sikapnya, turut berduka cita atas gugurnya rakyat yang tak berdosa, dan menuntut pengusutan segera kekerasan yang terjadi belakangan ini karena telah menimbulkan banyak korban. Ketika ditanya mengenai sikap SEMA Unpar terhadap hasil SI MPR, Wenix Wangge selaku Ketua SEMA Unpar belum mau berkomentar banyak, karena mengaku belum mengetahui secara pasti hasil/substansi yang telah dihasilkan dari SI MPR tersebut. "Yang pasti, kalau hasil SI MPR tidak mengakomodasi kepentingan Rakyat, maka kita akan menentang!", tegas Wenix.

Selain orasi dan pembacaan pernyataan sikap, turut hadir sejumlah mahasiswa Fakultas Filsafat Unpar, yang mempersembahkan pentas seputar tindakan brutal aparat keamanan selama SI MPR. Yang menarik, adalah penggambaran aparat yang memberikan hormat kepada mahasiswa seraya berteriak "Kepada Hati Nurani, Hormat Gerak!", sebelum memukuli dengan pentungan. Seakan, adegan tersebut hendak menggambarkan keterpaksaan aparat yang harus menurut kepada perintah penguasa, untuk memukuli mahasiswa.

Pentas tersebut akhirnya dilanjutkan dengan pernyataan dari Johannes Gunawan, SH,LL.M selaku Pembantu Rektor I Unpar, yang mengecam tindakan yang terjadi di Jakarta ,dan menegaskan komitmen Unpar untuk tetap membela mahasiswa. "Jika ada mahasiswa Unpar menjadi korban, maka kami siap lakukan gugatan secara pidana. Teruskan Perjuangan!" tegasnya.

Sedangkan Rektor Unpar, Prof Dr. B.Suprapto B., tidak hadir dalam pembacaan pernyataan sikap SEMA Unpar, karena menghadiri Forum Rektor penandatangan "Deklarasi Bandung 7 November". Pertemuan tersebut menghasilkan penyataan tentang Peristiwa 12 -13 November 1998, diantaranya menuntut pertanggungjawaban Menteri Pertahanan Keamanan / Panglima ABRI atas jatuhnya korban jiwa dalam bentrokan fisik dengan militer, 12-13 November 1998.

Dua belas jam lebih menduduki DPRD

Jam 15:00, ratusan mahasiswa Unpar dengan beberapa angkutan umum dan kendaraan pribadi meluncur ke Gasibu untuk bergabung dengan puluhan ribu massa mahasiswa lainnya menduduki DPRD. Malamnya massa konvoi mengelilingi pusat kota Bandung selama sejam lebih dengan beberapa bis Damri dan kendaraan pribadi, dan kembali lagi ke halaman DPRD.

Sama seperti dua hari kemarin, mahasiswa mencoba lagi menuntut agar diperbolehkan menginap di halaman DPRD. Jam 19:00 lewat beberapa wakilnya, mereka mencoba bernegosiasi dengan Kapolwiltabes Bandung, Kol. Pol. Doddy. S - disaksikan oleh Dandim Bandung 0816/BS, Letkol. Anwar, dan Ketua PW NU Jabar, KH. Habib Syarif Muhammad. Namun - seperti kemarin - negosiasi yang memakan waktu hampir satu jam itu tidak memuaskan mahasiswa. Mereka tidak diperkenankan bermalam dan diberi ultimatum untuk meninggalkan halaman DPRD paling lambat jam 24:00.

Benar saja, tepat pada jam itu, sudah saling berhadapan dan akhirnya berdesak-desakan antara massa mahasiswa dengan pasukan anti huru-hara Dalmas Brimob. Selama setengah jam kemudian terjadi "jual-beli" langkah dan dorong-dorongan antara kedua pihak. "Rekan-rekan kita mundur tiga langkah. Hoi aparat! Mundur juga tiga langkah," seru komando dari mahasiswa. "(Mundur) satu langkah saja," perintah Kapolres Bandung Tengah - yang memimpin operasi - dan diteruskan oleh seorang aparat yang memegang mega phone. "Lho pak, kita udah mundur segini, kok aparat cuma (mundur) selangkah," protes beberapa mahasiswa di barisan depan. "Ya, (mundur) selangkah lagi," ujar Kapolres yang diikuti langkah mundur oleh anak-anak buahnya.

Namun pukul 00:45 aparat keamanan sudah berdesakkan kembali dan berhasil memaksa massa mahasiswa untuk mundur perlahan. Sekitar lima menit kemudian, barisan massa mulai mengendur dan ini dimanfaatkan oleh aparat keamanan untuk merangsek mereka dengan tamengnya hingga ke pagar. Jam 01:10 aparat keamanan berhasil mengusir keluar massa mahasiswa dari halaman DPRD. Namun massa sempat berhasil mengambil setidaknya dua helm dan tameng milik aparat, untuk selanjutnya dikembalikan.

Tidak ada korban yang mengalami luka parah, kecuali beberapa mahasiswa yang perlu dirawat karena kecapaian akibat berdesakan dengan aparat keamanan. "Kita memang tidak berhasil menginap, tapi kita berhasil menduduki DPRD 12 jam lebih," tutur seorang mahasiswa. (Renee, Erwin/rra,e)

===========================================================================

PERNYATAAN SIKAP SENAT MAHASISWA UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN ATAS SITUASI DAN KONDISI TERAKHIR REPUBLIK INDONESIA

Kami, Senat Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan menyesalkan jatuhnya korban pada bentrokan dalam pengamanan Sidang Istimewa.

Kami menyatakan duka cita yang mendalam atas gugurnya rakyat yang tak berdosa.

Demi penegakan hukum, kami menuntut pengusutan segera kasus-kasus kekerasan yang terjadi belakangan ini karena telah menimbulkan banyak korban.

Kami menghimbau kepada semua pihak agar dapat menahan diri untuk menghindari jatuhnya korban lebih banyak lagi.

Akhirnya, kami meminta agar semua elemen konsisten pada demokratisasi, penegakan keadilan dan kebenaran untuk terwujudnya cita-cita reformasi total.

Bandung, 14 November 1998
Senat Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan

Wenix Wangge
(Ketua SEMA Unpar)

===========================================================================

"MANIFESTO JUM'AT BERDARAH 13 NOVEMBER 1998" FORUM MAHASISWA PASCA SARJANA UNPAR

Dengan rasa duka yang sangat mendalam, kami mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Katolik Parahyangan yang merasa prihatin, simpati, dan penduli terhadap kejadian-kejadian selama Sidang Istimewa MPR 10-13 November 1998, dengan semangat Nasionalisme dan Kemanusiaan menyatakan.

  1. Mengucapkan turut berduka cita dan belasungkawa yang sedalam-dalamnya atas bergelimangnya korban, selama berlangsung Sidang Istimewa MPR 1998, dan semoga perjuangan mereka untuk menegakkan demokrasi dan kebenaran akan terus abadi.
  2. Menentang dan mengecam semua tindakan kekerasan, penganiayaan, intimidasi dan provokasi gerakan moral mahasiswa beserta simpatisannya pada saat SI MPR 1998 terutama tindakan yang telah dilakukan oleh pihak ABRI dan POLRI, dimana cara penanganan keamanan yang di langsungkan justru bersifat Brutalisme, Vandalisme dan Barbarisme dari tindakan pihak ABRI dan POLRI itu sendiri.
  3. Memohon dengan hormat pertanggung jawaban secara yuridis kepada Pemerintah c.q. Menkopolkam c.q. Menhankam/Pangab atas tindakan brutal pada point 2 yang mengakibatkan jatuhnya korban terutama tragedi 'Jum'at Berdarah 13 November 1998' dan memohon dengan segala kerendahan hati agar Bapak Menkopolkam dan Bapak Menhankam/Pangab sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas kejadian-kejadian tersebut untuk segera turun dari jabatannya.
  4. Menolak Tap MPR hasil SI MPR 1998 dan seluruh peraturan perundang-undangan di bawahnya yang memuat tentang masih adanya keberadaan ABRI di DPR, karena hal tersebut bertentangan dengan Azas Kedaulatan Rakyat yang dianut oleh UUD 1945.
  5. Menerima peran sosial ABRI, menolak peran politik ABRI, menyerukan agar ABRI kembali ke barak sebelumn di'barak'-kan dan merekomendasikan kepada Pemerintah agar juga memperhatikan kesejahteraan sosial prajurit ABRI agar mereka tidak menjadi singa ompong yang lapar, yang hanya menindas perjuangan kaum yang lemah dan menjadi mesin 'pemangsa'.
  6. Mengajak semua pihak untuk mengusut dan mengumpulkan data dari 'Dalang' penggerak Pam SWAKARSA pada SI MPR 1998, yang ternyata merupakan salah satu biang aksi provokasi yang menodai gerakan moral mahasiswa, agar dapat diproses secara hukum.
  7. Mengecam seluruh gerakan yang mengatasnamakan Agama tertentu ataupun Golongan-golongan yang tidak jelas 'identitasnya' dan tidak dapat di pertanggungjawabkan secara moral, sehingga memicu kerusuhan yang berbau 'SARA' (Suku, Agama, Ras, Antar Golongan).
  8. Menolak berlakunya Undang-Undang No. 9 tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, dan menggantikannya dengan pemberlakuan pasal-pasal yang berlandaskan asas-asas Hukum Pidana Positif serta penegakan azas-azas Hak Asasi Manusia yang berlaku Universal, dalam aksi Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.
  9. Mempertanyakan legitimasi status anggota MPR yang bersidang pada SI MPR 1998 dengan mengatasnamakan rakyat dan terpilih dari hasil pemilihan yang demokratis. Serta menyatakan bahwa SI MPR 1998 yang legal tetapi tidak legitim adalah wujud dari aksi arogansi berdarah dan juga pemaksaan kehendak dari pihak-pihak tertentu, yang hanya memikirkan kepentingan politiknya dan hanya amat sangat sedikit sekali menampung aspirasi masyarakat Indonesia yang jumlahnya lebih dari 200 juta orang. Sehingga citra MPR sebagai simbol Lembaga Kedaulatan dan Demokrasi Rakyat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mulai bergeser menjadi simbol Totaliterisme dan Diktatorisme yang mengangkat Pancasila dan UUD 1945.
  10. Merekomendasikan kepada KOMNAS HAM, Komisi Hak Asasi Manusia PBB dan menyerukan kepada seluruh instrumen penegak HAM baik di dalam ataupun diluar negeri, agar ikut bersama-sama kami mengecam pelanggaran dan pembantaian HAM yang terjadi pada saat SI MPR 1998 terutama pada tanggal 13 November 1998 di Jakarta.
  11. Merekomendasikan agar pasal-pasal tentang pembagian kekuasaan lembaga-lembaga negara dalam UUD 1945 di 'amandemen' agar berubah menjadi pasal-pasal tentang pemisahan kekuasaan yang jelas dan tegas dari lembaga-lembaga negara tersebut.

Demikian 11 butir pernyataan kami ini yang tertuang dalam 'Manifesto Jum'at Berdarah 13 November 1998', agar dapat menjadi perhatian dan 'ketukan' moral bagi hati nurani semua pihak yang merasa terkait serta demi tegaknya Nasionalisme bangsa Indonesia yang ber-Kedaulatan Rakyat serta ber asaskan penghormatan Hak-Hak Asasi Manusia.

Bandung, 14 November 1998

Atas Nama Mahasiswa Pasca Sarjana Unpar
yang Prihatin, Simpati, Peduli dan para Pendukungnya

ANDREA HYNAN POELOENGAN, SH
NRP: 82977009

===========================================================================

PERNYATAAN TENTANG PERISTIWA 12-13 November 1998
Nomer : 2523/K.01/LL/1998

Menanggapi peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tanggal 12 dan 13 November 1998 , berkaitan dengan pelaksanaan Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat 1998 , Forum Rektor " Deklarasi Bandung 7 November 1998 " merasa perlu menyampaikan hal hal sebagai berikut :

  1. Menyampaikan rasa prihatin dan belasungkawa atas telah jatuhnya korban mahasiswa, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), wartawan dan anggota masyarakat lainnya dalam peristiwa bentrokan fisik pada tanggal 12-13 November 1998. Semoga arwah mereka yang meninggal diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan amalnya. Menyatakan hari berkabung bagi kampus Perguruan Tinggi selama 7 hari dimulai tanggal 14 November 1998 dengan mengibarkan bendera setengah tiang
  2. Menyesalkan terjadinya peristiwa bentrokan fisik antara para pengunjuk rasa dengan ABRI yang telah menelan banyak sekali korban. Menganjurkan agar semua pihak mengendalikan diri agar pemasalahan tidak berkembang ke arah anarkis yang dapat menimbulkan dintegrasi
  3. Menyesalkan terjadinya penembakan dan kekerasan dalam penanganan unjuk rasa tersebut akibat kesalahan kebijakan pengamanan
  4. Menuntut pertanggungjawaban Menteri Pertahanan Keamanan / Panglima ABRI atas terjadinya peristiwa tersebut
  5. Meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan / Panglima ABRI segera mengambil kebijakan-kebijakan yang lebih inovatif dan efektif untuk :
  6. Rektor Perguruan Tinggi tetap mendukung aspirasi murni mahasiswa dan berpendirian bahwa aspirasi murni tersebut tidak dapat dimenangkan dengan cara kekerasan oleh karenanya harus berjiwa damai dan betul betul murni dari kampus perguruan tinggi. Penanganan terhadap penyampaian aspirasi murni dengan kekerasan melanggar hak asasi manusia
  7. Menyerukan kepada para Rektor Perguruan Tinggi untuk :

Ditetapkan di Bandung 14 November 1998
a.n Panitia Pengarah Forum Rektor se Indonesia

Prof.Ir. Lilik Hendrajaya, M.Sc.,Ph.D Rektor ITB

ParaHyangan Stop Press diterbitkan oleh
Majalah ParaHyangan - Komunikasi Intelektualitas Mahasiswa

Home

IndoProtest - https://members.tripod.com/~indoprotest