IndoProtest IndoProtest

From: Admin GSJ gsj@thepentagon.com
Subject: [GSJ] Seruan Kepada Rakyat Indonesia di Luar Negeri
Date: 15 Nov 1998 21:45:57 +0700

Kepada: Seluruh Mahasiswa dan Masyarakat Indonesia Perantauan di Seluruh Dunia

Penguasa Indonesia makin haus darah. Bahkan wakil-wakil rakyat pun haus darah. Itu sebabnya Penutupan Sidang Istimewa MPR 1998, Sidang Umumnya wakil-wakil rakyat, ditutup dengan pesta darah.

Kisah sedih dan tragis Pembantaian Semanggi 13 November 1998 telah Saudara-saudara ketahui semua. ABRI, tentara rakyat Indonesia itu, telah menembaki mahasiswa dan rakyat yang tidak bersenjata, demi menghalau barisan 3 km mahasiswa dan rakyat di depan Telkom Gatot Subroto dan lautan manusia di Jl. Sudirman sekitar Semanggi. Sekedar melapangkan jalan "wakil-wakil rakyat" yang akan pulang selesai bersidang?

20.45, 13/11/98 - sesaat sebelum bus-bus rakyat mengantar wakil rakyat pulang bersidang: Tembakan senjata bergema di Semanggi untuk kedua kalinya - kini memberondong tanpa henti - menjawab negosiasi mahasiswa yang akan menuju Gedung DPR. Tentara memukul, menendang, dan menembaki mahasiswa, bahkan ketika mereka tetap duduk diam dan tiarap mengharap tentara berhenti menghalau dan menghentikan berondongan yang dikira peluru karet. Di kala belum sadar bahwa upaya diam damai mereka itu sia-sia, tewaslah mahasiswa UI diterjang peluru tajam. Menyusul korban mahasiswa dan rakyat pendukung aksi yang tewas dan ratusan yang luka-luka dirajam peluru ketika berlarian menyelamatkan diri. Bahkan petugas palang merah pun diberondong tembakan ketika bertugas mengangkat korban. Bagaikan tak puas, rentetan peluru karet, peluru kosong, peluru tajam, dan bom gas air mata berat memborbardir kawasan Atmajaya-Semanggi selama 1-2 jam (menurut catatan GSJ, tembakan intensif mulai 20.45-22.30). Dengan gagah berani mahasiswa didukung rakyat tetap melakukan pertahanan rakyat dibawah hujan tembakan aparat, seteguh memperjuangkan keyakinan bahwa kedaulatan rakyat harus dibela.

Diam dan lugu pun ditembak mati. Seorang ibu berseragam karyawan BRI tewas tertembak ketika menyaksikan aksi bersama mahasiswa dan rakyat di tepi jalan depan Gedung BRI Sudirman. Jenazahnya hari Sabtu masih tergeletak di kamar mayat RSCM dengan tubuh penuh lubang diterjang peluru. Tak cukupkah satu peluru nyasar?

Seolah tak puas juga, sekitar pukul 3 Sabtu dinihari, satu regu aparat menyerang kumpulan mahasiswa yang menyelamatkan diri di Rumah Sakit Jakarta. Mereka tidak berhasil merangsek masuk ke RS Jakarta karena dihadang oleh mahasiswa yang bertahan di pintu masuk Rumah Sakit.

Tentara Indonesia haus darah - kriminal yang membunuh tanpa tersentuh hukum. Bukan hanya di Aceh, Timtim, Irja, dan pelosok-pelosok Indonesia, tapi juga di Jakarta, Ibu Kota Negara. Darah yang tertumpah mengingatkan kita akan kekejian pembantaian Tanjung Priok dan 27 Juli 1996 - di mana rakyat yang tidak tahu apa-apa pun dikejar dan dibunuh - bukannya ditangkap, diperiksa, dan jika perlu diadili. Pembantaian oleh militer Indonesia adalah pelanggaran hukum. Namun tidak pernah tersentuh oleh hukum.

Korban mahasiswa yang gugur mengingatkan kita akan penembakan Trisakti 12 Mei 1998 - yang sampai kini belum tuntas. Kini terbersit pertanyaan baru, akankah bisa terungkap, jika kejadian yang sama bisa berulang terjadi di bawah penanggungjawab yang sama? Prabowo mengakui dan dicopot untuk kasus penculikan. Penembakan Trisakti dan kerusuhan serta perkosaan massal 13-14 Mei 1998 baru sekedar dikaitkan dengan kasus penculikan yang menyangkut Prabowo. Namun yang jelas dan pasti, semua kejadian ini terjadi di bawah tanggungjawab Panglima ABRI yang sama, yaitu Wiranto. Terlepas dari apakah benar Wiranto yang sengaja merekayasa penembakan Trisakti dan kerusuhan Mei, janjinya tidak pernah ditepati dan kesalahan berulang. Wiranto berjanji melindungi korban kerusuhan dan perkosaan, ternyata teror dibiarkan terjadi. Dia berjanji tidak akan membantai demonstran, ternyata belasan jiwa melayang. Janjinya seolah diakhiri dengan ancaman yang ditayangkan berulang kali di TV pada Jumat siang, 13 November 1998, bahwa dia akan bertindak tegas.

Mantan Pangdam Jaya Sjafrie berani bersumpah atas nama Tuhan di hadapan orang tua korban, satu hari setelah penembakan Trisakti, bahwa bukan dia yang membunuh mahasiswa Trisakti. Namun Soeharto, Wiranto, dan Habibie belum pernah berani bersumpah demikian. Setelah pembantaian Semanggi, tidak ada permintaan maaf dan sumpah tidak membunuh dari Pangdam Jaya sekarang dan Harmoko yang Sidang Istimewa-nya ditutup dengan pesta darah dan nyawa rakyat. Yang ada hanyalah maaf bercampur dalih dari Habibie.

Habibie dan Wiranto, atas nama penguasa, tanpa rasa bersalah dan menyesal sampai ke lubuk hati sedikitpun, hanya menganggap perjuangan mahasiwa bersama rakyat yang memperjuangkan kedaulatannnya sebagai ancaman makar belaka. Dengan menganggap gerakan mahasiswa dan rakyat itu digerakkan oleh segelintir orang, penguasa telah menutup mata hatinya. Mereka tidak melihat bahwa perlawanan rakyat tidak bisa digerakkan oleh tokoh siapapun kecuali panggilan nurani rakyat yang kedaulatannya diinjak-injak lagi. Ancaman makar menurut Habibie menunjukkan ego penguasa yang ingin mempertahankan kekuasaannya. Hal inilah yang membuatnya tidak sungguh-sungguh menyesal. Penyesalan dari lubuk hati terdalam hanya dapat dinyatakan dengan berbesar hati mengundurkan diri, Habibie mundur dari pejabat presiden dan Wiranto mundur dari Panglima ABRI.

Kebesaran hati itu telah ditunjukkan oleh orang tua yang anaknya gugur dibunuh penguasa, Habibie dan Wiranto plus Harmoko - orang-orangnya Soeharto. Di televisi, jutaan rakyat Indonesia menyaksikan Sang Ibunda korban dengan tegar menyatakan ikhlas, merelakan kepergian anaknya karena gugur demi bangsa dan negara. Sang Ibunda benar, nyawa anaknya adalah tumbal kedaulatan rakyat yang diinjak-injak penguasa.

Rasa kemanusiaan kami mengalirkan air mata hati, juga bagi korban yang jatuh di pihak PAM Swakarsa dan anggota ABRI yang telah dibodohi dan dibohongi untuk memusuhi pejuang kedaulatan rakyat. Di kala air mata belum mengering, rasa duka yang mendalam tetap menyalakan bara perjuangan di hati mahasiswa dan rakyat Indonesia - bara yang tak akan pernah mati.

Besok matahari terbit kembali, kami akan bangkit menyongsong mentari. Karena kedaulatan rakyat adalah hak asasi manusia yang tak boleh dinjak-injak hingga mati.

Sehubungan dengan itu, kepada seluruh rakyat Indonesia khususnya yang berada di luar negeri, kami menyerukan agar Saudara-saudara mengkonsolidasikan gerakan solidaritas untuk memperkuat perjuangan Saudara-saudara kita yang telah menumpahkan darah dan meregang nyawa di tanah air. Dukunglah perjuangan menegakkan kedaulatan rakyat di tanah tumpah darah Indonesia dengan menggerakkan solidaritas internasional mulai dari pemerintah negara di mana Saudara-saudara merantau. Perbesarlah tekanan untuk menuntut pertanggungjawaban para pembunuh rakyat - agar dalam waktu sesegera mungkin ditangkap dan diadili penanggungjawab pembantaian Semanggi: Soeharto, Wiranto, Habibie, dan Harmoko. Perjuangkan dukungan untuk pembentukan presidium pemerintahan transisi yang legitimate bagi rakyat untuk melaksanakan tugas pemerintahan negara dan mempersiapkan Pemilu. Dalam Pemilu inilah kita akan memperjuangkan kelahiran wakil-wakil rakyat dan pemerintahan baru yang sesuai kehendak rakyat, legitimate bagi rakyat, dan diakui serta didukung oleh internasional.

BERSATULAH RAKYAT INDONESIA!
BERJUANGLAH DI MANAPUN SAUDARA BERADA!
BERJUANGLAH DENGAN MELAKUKAN APA YANG SAUDARA BISA!

SALAM KEDAULATAN RAKYAT INDONESIA!

Jakarta, 14 November 1998
Gerakan Sarjana Jakarta

---------------------- Lampiran: Daftar Korban Sementara

Korban Tewas tertembak bentrokan Kamis malam, 12/11:

  1. Lukman Firdaus (Siswa SMU 3 Tangerang) Dua peluru bersarang di kening sebelah kanan dan tangan kirinya. Sekujur tubuhnya juga luka memar akibat pukulan petugas.
  2. Ari (Mahasiswa)
  3. Sigit (18 tahun) Meninggal sekitar pukul 16.35 WIB akibat luka tembak di bagian punggung.
  4. Bharada Prayitno (petugas, 22 tahun) Terjatuh dari truk seusai mengamankan demonstrasi. Ia terpeleset saat hendak naik truk di depan Manggala Wanabhakti. Kepalanya kemudian membentur aspal dan pingsan. Prayitno selanjutnya dilarikan ke RS Polri Kramatjati, namun sekitar pukul 22.30 wib, tamtama itu meninggal dunia. Jenazahnya telah dipulangkan ke Blora, Jawa Tengah, untuk dimakamkan.

Korban tewas pada bentrokan Jumat, 13/11:

  1. Benardus Wawan(FE-Atma Jaya), meninggal akibat luka tembak di dada kiri.
  2. Teddy Mardani (F-Teknik ITI Serpong, angkatan 1995), peluru menerjang lehernya.
  3. Muzamil, meninggal di RSCM pukul 21.50 akibat luka kepala bagian belakang.
  4. Sigit Prasetya (FT-YAI)
  5. Yatno (Univ-Brawijaya)
  6. Joko P (UI)
  7. Mahasiswa Unija
  8. Abdullah (warga)

Tiga orang anggota Pam-swakarsa tewas di Cawang. Mereka, yaitu: Salem Lestaluhu dari Jakarta Utara, dan Ebit, 31, dari Klender. Seorang lainnya adalah Ramli Muaratabesi, 53, yang beralamat di Duren Sawit. Seorang anggota Pam Swakarsa lainnya tewas dalam bentrokan di dekat Hotel Le Meredien.

Jumlah korban luka-luka: 253 orang. Mereka dirawat di RS Medistra, RS Pelni, RS Jakarta, RSAL Mintohardjo, RS Sumber Waras, RS Jati Petamburan, RS UKI, RSCM, RS St. Carolus dan RSPAD Gatot Subroto. (Tim KdP)

Home

IndoProtest - https://members.tripod.com/~indoprotest