Salemba 2 Mei
Mahasiswa FEUI jadi korban
Seorang mahasiswa FEUI angkatan '97, Tata, menjadi korban pertama bentrokan dengan aparat keamanan hari Sabtu di kampus ABA/ABI, Matraman. Tata adalah salah satu anggota satuan keamanan UI yang 'dikirim' ke ABA/ABI untuk memimpin barisan dari sejumlah kampus yang berkumpul di sana untuk long march ke kampus UI Salemba. Namun barisan tersebut tak sempat ke luar kampus karena aparat keamanan langsung menghadang. Saat barisan mahasiswa terdesak mundur, dari arah aparat melayang tabung gas air mata yang langsung melumpuhkan mahasiswa. Saat itulah bentrokan dimulai. Selain Tata, dua mahasiswa UKI dan satu dari ABA/ABI juga cedera.
Di kampus Salemba, ribuan mahasiswa yang menyatu dengan massa dari berbagai elemen masyarakat bergabung dan mengadakan mimbar bebas. Tercatat massa berasal dari kampus UI, YAI, IKJ, Jayabaya, Muhammadiyah dan beberapa kampus lain. Mereka menyatu dengan pelajar, buruh, pekerja sosial, seniman, kaum berdasi dari kalangan kelas menengah dan gabungan sarjana Jakarta, masyarakat sekitar Salemba, ibu rumah tangga, 'Gubuk 1 Milyar' dan lain-lain yang bergantian memberikan orasi. Hadir juga Prof. Selo Soemardjan, ikut tampil di mimbar.
Kawan-kawan... harian Kompas memberitakan massa berjumlah sekitar 2000. Tapi estimasi saya lebih dari itu, mengingat parkiran Salemba penuh sesak, belum lagi yang tersebar di parkiran Salemba 4 dan trotoar jalan. Tapi bukan hanya soal jumlah massa, namun jumlah elemen masyarakat yang terwakili di sana. Saya sempat merinding saat menyadari bahwa ini adalah cikal bakal people's power. Bayangkan... bagaimana dengan tegas massa yang ada di Salemba itu menunjukkan sikap kebencian dan perlawanan pada penguasa. Ketika hiburan dari IKJ dan teater Sastra tampil dengan plesetan-plesetan politik, semua bertepuk tangan waktu nama-nama pejabat, termasuk presiden, disebut dengan embel-embel tertentu yang menunjukkan ejekan.
Bayangkan seorang ibu rumah tangga mampu tampil dengan orasinya yang membuat massa histeris, pelajar SMA sejenak melupakan tawurannya, kaum kelas menengah muda yang sehari-hari bergaul di cafe atau ruangan kantor ber-AC di segitiga emas ikutan berpanas-panas bersama rakyat yang lain... Semua sudah tak mempedulikan lagi apa kata penguasa di luar sana, padahal baru kurang dari 24 jam sebelumnya presiden mengegaskan tidak menginginkan reformasi...! Dan betapa terharunya saya ketika makan di samping masjid ARH, penjual makanan di sana sempat berpesan, "Salurkan aspirasi kami ya, dik...!"
Sebenarnya, tema acara ini adalah Hardiknas. Dan pesan yang ingin disampaikan adalah menuntut pendidikan yang bebas intervensi serta pemberdayaan DPR untuk mendukung reformasi yang konstitusional. Apa boleh buat, pesan itu justru tidak tersampaikan. Namun di sisi lain, itu menunjukkan suatu hal... yaitu idiom paling universal yang menyatukan seluruh elemen itu hanya dua kata : "TURUNKAN SUHARTO!" Ya, itu adalah bahasa yang paling membumi dari berbagai tuntutan sekarang2 ini. Reformasi, itu bahasanya anak kampus. Naikkan upah, itu lebih menjadi bahasanya buruh. Turunkan dolar, itu bahasanya pengusaha. Tapi bahasa milik semua adalah frase tersebut, Turunkan Harto! Atmosfir itulah yang terasa di kampus Salemba kemarin siang sampai sore. Pukul 10.30 dan baru selesai sekitar jam 5 sore... inilah aksi mahasiswa terpanjang selama krisis ini.
Kawan-kawan... saya jadi membayangkan cerita people's power di Manila, di mana orang2 berkumpul di satu tempat dan tidak mengakui pemerintahan Marcos. Juga saya teringat model mimbar bebas PDI di Diponegoro, dimana akhirnya semua elemen masyarakat yang muak dengan rezim ini menyatakan ekspresinya. Namun sayangnya, itu belum bisa menjadi people's power, karena klimaks terjadi terlalu prematur. Transfer visi politik ke rakyat banyak belum sepenuhnya berhasil, sehingga yang terjadi bukanlah people's power melainkan kerusuhan 27 Juli. Itulah mengapa teman-teman di UI masih menekankan untuk jangan dulu bikin mimbar di jalan. Tapi saya punya obsesi itu terjadi, tinggal menunggu akumulasi dari semua ini. Dan saya rasa kita tengah menuju ke titik itu...
Media massa, jelas, hanya memberitakan apa adanya. Yang penting aspek 5W dan 1H tercakup. Namun kekerasan yang terjadi di IKIP jauh lebih mencekam dibanding yang tergambarkan di Kompas. Seorang kawan dari IISIP yang hadir di IKIP sorenya datang ke Salemba, menceritakan bahwa banyak rekan2nya yang diciduk setelah lumpuh kena gas air mata. Dan tentunya setelah 'ditegur' pak Harto media tak akan terlalu dalam menuliskan kejadian kemarin. Termasuk bagaimana atmosfir rakyat di sana. Maka sekarang ini pers umum tak bisa diandalkan untuk menyampaikan semangat ini. Tapi saya tahu dalam hati mereka mendukung gerakan2 mahasiswa.
Dan kita tengah menunggu kejatuhan rezim ini... hanya masalah kapan dan bagaimana. Seperti kata seorang jurnalis asing pada saya...
Buat rekan2 yang kemarin hadir... saya ketemu Madar dan Aco, Yose, Dicky cs, Beki, Totem... I would like to have your opinion. Dan sorry yah kemarin gue nggak sempet jadi LO yang baik. Yose, sorry soalnya gue bukan seksi acara, jadi nggak punya otoritas untuk bilang elo bisa tampil apa nggak. Jangan pernah bosen untuk ikutan aksi... rencananya 20 Mei kita akan aksi lagi (bukan berarti sebelum itu tidak ada aksi, lho...!)
Oh ya, hari Sabtu depan saya tetap berharap kita bisa ketemu...
IndoProtest - https://members.tripod.com/~indoprotest